Satu lagi penyesalan yang terjadi karena keputusan yang aku buat

Entah aku yang amat ceroboh atau aku memang bodoh dalam membuat keputusan untuk diriku sendiri
Orang-orang pasti berpikir aku ini plin-plan, tidak pandai memilih keputusan, tidak tegas, dan sebagainya
Memang benar itu semua menggambarkan diriku, aku selalu merutuki setiap keputusan yang aku ambil dan menyesali semuanya di akhir

Bahkan untuk memutuskan suatu hal terkecil sekalipun dalam hidup, aku tidak pernah bisa berhasil, seperti misalnya saat aku diharuskan memilih diantara dua baju yang aku sukai di mall, aku bisa menghabiskan sepanjang waktu hanya untuk menentukan baju mana yang akhirnya aku bawa pulang. Tetapi dulu, aku tidak punya kesulitan untuk menentukan mana yang harus aku pilih, karena aku punya seseorang yang amat berharga dalam hidupku, ialah yang membantuku menyelesaikan setiap permasalahan dalam hidupku, ia yang selalu memberiku jalan keluar dan pertimbangan dari semua keputusan yang harus aku tentukan. 

Seperti dalam permasalahan memilih baju baru, ia selalu memilihkan dua terbaik yang menurut ia akan menjadi yang paling aku sukai diantara banyaknya pilihan itu dan berkata, "Pilih mana yang menurutmu paling kamu suka, kalau sudah tinggalkan yang satunya, kita bayar dan kita pulang. Pasti setelah sampai rumah, bajunya akan bagus dan kamu nggak akan bingung karena semua pilihan kamu tadi nggak ada dirumah." Voila! Ucapannya seperti mantera yang benar-benar merubah pandanganku, semua yang dikatakannya benar. Karena ketika sampai di rumah, tidak ada pilihan lain dan hanya ada baju yang aku beli yang kini menjadi milikku, artinya aku harus melihat apa yang aku punya dan aku akan bersyukur dan senang dengan keputusan yang aku buat untuk mengambil/membeli barang itu. 

Ucapan itu selalu terngiang dibenakku hingga hari ini usiaku akan menginjak 21 tahun, dan hal itu selalu aku implementasikan pada diri sendiri ketika bingung menghadapi berbagai pilihan barang yang hendak aku beli.

Namun, mantera itu tidak berfungsi saat aku dihadapkan dengan keputusan hidup yang aku harus tentukan saat itu juga, karena keputusan yang harus aku ambil bukanlah sebuah barang yang akan aku gunakan atau aku sayang setelah membelinya, tapi aku dihadapkan dengan keputusan untuk diriku sendiri yang akan aku jalani di masa mendatang, entah apa yang terjadi, baik atau buruknya didepan sana yang aku tidak tahu. Karenanya, aku butuh sosok itu--yang membantuku dalam setiap pengambilan keputusanku. Tapi, sosok itu tiada lagi ada. Tidak lagi bisa kuajak berdiskusi. Tidak lagi dapat aku raih tangannya dan peluknya. Tidak lagi.

Jikalau dulu, aku pernah punya prinsip, bahkan hingga saat ini sebenarnya, aku bilang bahwa "selagi aku bisa kerjakan sendiri, aku akan kerjakan semuanya seorang diri." Tapi hari ini aku menyesali perkataan itu, aku bodoh karena terlalu percaya pada diriku sendiri bahwa aku bisa melakukan semuanya seorang diri. Nyatanya, aku salah. Aku bahkan tidak bisa percaya dengan diriku sendiri saat ini, aku yang lemah, aku yang kacau, membiarkan diriku sendiri rusak dengan memikirkan semuanya seorang diri hingga sakit kepala hebat sampai ingin gila, tanpa tahu aku tidak bisa berdiskusi dengan diriku sendiri, aku butuh seseorang yang turut serta dalam menentukan arah aku melangkah. Tapi, ternyata Tuhan menjawab kata-kataku dengan ini semua. 

Disini, aku yang berdiri seorang diri menentukan kemana arah aku pergi untuk masa mendatang. 


Mama, aku rindu..

Adalah ucapan kesekian kalinya yang selalu aku ucapkan disetiap tangisku.