Somethin Missin'
Semarang, 12 Januari
2017
Siang ini pukul 11.31 WIB, saya menerima
sebuah pesan melalui whatsapp dari ayah saya. Beliau memberitahu
sebuah kabar mengenai surat pindah kerja yang telah ia ajukan enam bulan lalu
dan hari ini persetujuan kepindahan tersebut tiba juga dan nama ayah saya
tertera disana, yang berarti dalam bulan ini ayah saya akan segera mengemas dan
mengirim barang-barang dirumah lama saya di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah
untuk dikirim ke rumah baru saya di Jawa Tengah.
Jujur saja, saya
merasa bingung. Saya bingung harus bahagia karena sebentar lagi keluarga kecil
saya akan segera kembali berkumpul atau saya harus sedih karena akan
benar-benar meninggalkan comfort
zone saya di Pulau Borneo itu yang sudah menjadi bagian dalam hidup
saya selama ±15 tahun saya tinggal dan menetap disana.
Jujur saja, saya
cenderung merasa sedih karena saya akan benar-benar pergi dari kota kecil yang
menyimpan begitu banyak menyimpan kenangan untuk saya. Terlalu sulit rasanya untuk pergi
dari comfort zone.
Terlebih, entah mengapa alasan paling kuat yang membuat saya sedih karena harus
pindah dari kota itu adalah teman-teman saya. Mereka sudah menjadi bagian
terbesar dalam kehidupan saya selama belasan tahun saya tinggal disana. Karena,
bisa kalian bayangkan bahwa hari-hari saya selama disana tentu saja diisi
dengan bersekolah dan bertemu teman-teman. Sejak pertama kali menginjak bangku
sekolah, saya sudah bertemu teman-teman yang menyenangkan dan karena saya
tinggal di kota kecil sehingga kemungkinan untuk bertemu orang-orang yang sama
pada jenjang pendidikan berikutnya seperti saat SD dan SMP tentu saja sangat
berpotensi tinggi.
Bahkan, ketika SMA
saya harus merantau pergi dari kota kecil itu untuk bersekolah di ibukota Jawa
Tengah, saya masih merasa sedih karena tidak bisa kembali bersekolah di sekolah
yang sama dengan teman-teman lama saya, meskipun setiap liburan semester saya
akan selalu menyempatkan untuk kembali pulang kesana dan kembali bertemu teman
lama saya.
Tapi, untuk yang
satu ini, saya tidak bisa jika tidak menitikkan airmata. Saya merasa
meninggalkan sebagian jiwa saya di kota kecil itu bersama kenangan-kenangan
lama yang tertinggal disana. Ada perasaan yang mengiris saat tahu saya akan
benar-benar pergi dan entah kapan—atau mungkin—saya tidak akan kembali lagi
kesana.
Selamat
tinggal, kawan! Sampai bertemu lagi saat nanti—mungkin—kita sudah menjadi
mahasiswa/mahasiswi atau suatu saat nanti saat kita sudah sukses dan memiliki
karier yang bagus, atau mungkin kapanpun itu saat Allah menggariskan kita untuk
bertemu, kita pasti akan bertemu.
See you
when I see you again ♥