Sabtu, 14 Juni 2014


10.11 am
I got a short message  from you.

Nomor tidak tercantum dalam kontak tiba-tiba saja muncul dengan sapaan hangat  sembari menanyakan kabar tentangku, dibawahnya pun di cantumkan nama si pengirim pesan tersebut. Aku kenal betul dengan si pengirim pesan ini. Senyumku mengembang secara otomatis, melihat nama itu tercantum dalam pesan tersebut.

Aku selalu menantikan pesan darinya, kabar darinya, sapaan hangatnya—seperti biasa. Karena, tidak setiap hari aku bisa mendapatkan sebuah pesan singkat seperti ini darinya. Butuh waktu lama untuk mendapatkan pesan seperti ini darinya. Butuh waktu sekitar 6 bulan, itupun hanya satu kali. Jadi, bisa dihitung berapa pesan singkat yang bisa ku dapat darinya dalam waktu 1 tahun.  

Itu pun harus dia yang lebih dulu memberi kabar. Aku tidak bisa sembarangan mengirim pesan singkat setiap saat padanya, ia tinggal disebuah pondok yang penuh dengan aturan, yang tak bisa setiap saat memegang handphone. Tapi, biarpun begitu, ia selalu rutin mengirimku pesan singkat setiap satu semester berakhir atau bahkan jika ada waktu memegang handphone sekalipun; seperti saat ini contohnya. Ia nekat mengirimku pesan singkat lewat handphone-nya dengan nomor baru yang tidak ku kenal, yang dia bilang bahwa nomor itu yang selalu dia bawa saat di pondok.

Berkali-kali ia ganti nomor handphone, tapi tetap saja selalu menghubungiku dan memberitahuku jika ia mengganti nomor handphone-nya. Dan aku senang, merasa selalu menjadi teman yang dia ingat, aku yang selalu tau perkembangan dari nomor-nomor handphone nya yang selalu silih berganti—jika dibandingkan dengan teman-teman lainnya yang sepertinya hampir sudah tidak pernah berhubungan dengannya.

Aku hanya bisa tersenyum membaca setiap pesan singkat yang ia kirimkan. Ada saja hal yang menarik ketika bisa berhubungan via pesan singkat seperti ini dengannya.

Entah sejak kapan kami mulai sering berhubungan via pesan singkat seperti ini. Mungkin sejak 2 tahun belakangan, semenjak kami berpisah dari bangku Sekolah Dasar. Kemudian, ia pindah ke kota lain untuk menuntut ilmu, sementara aku melanjutkan sekolah masih dikota yang sama dan jarak itulah yang memisahkan kami.

Dan entah mengapa, saling memberi kabar setiap satu semester seperti ini rasanya menjadi suatu kewajiban dan seperti sudah menjadi keharusan bagi kami untuk saling menghubungi. Meskipun, selalu dia yang lebih dulu memberi kabar, karena aku tak tau kapan waktu yang tepat untuk menghubungi dia. Jadi, dia-lah yang menghubungi lebih dulu—biasanya.

Untuk pesan singkat yang ia kirim kali ini, rasanya ada suatu penyesalan yang mendalam, ketika ku tanya soal kepindahannya untuk menetap di kotanya sana. Awalnya, ia hanya sekedar sekolah disana, sementara orang tua nya tetap tinggal disini. Dan dia akan pulang kembali apabilatelah memasuki akhir semester atau liburan semester. Dan ketika ia kembali, biasanya ia selalu menghubungiku untuk meminta aku mengajak teman-teman semasa SD untuk sekedar kumpul dan reunian, tapi selalu saja gagal setiap mereka semua diminta untuk kumpul. Entah apa yang salah. Merekanya yang memang tidak mau atau sibuk dengan urusannya masing-masing? Entahlah. Tanyakan saja pada diri mereka atau kalian (bagi yang merasa) masing-masing.

Kabar terakhir yang kudengar awal tahun ini adalah ketika itu dia sempat liburan kekota ini, tapi, sayangnya aku dan dia belum sempat bertemu karna berbagai alasan. Dan berita yang kudengar lagi, saat teman SD ku dulu sempat bertemu dengan dia, lalu mereka sempat menghabiskan waktu bersama dan ketika itu, dia menceritakan pengalamannya selama liburan bersama  dan katanya, dia sudah akan pindah kekota asalnya disana. Mendengar itu, rasanya berbagai penyesalan menghantam diriku, mencabik-cabik semua luka yang ada, menggoreskan kepedihan yang begitu dalam.

Begitulah bodohnya aku, menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Disaat dia mengajak untuk ketemuan, justru selalu gagal. Begitulah! Mungkin selamanya aku akan menyesal karna belum sempat bertemu dia selama 2 tahun belakangan—meski kami masih sering berhubungan sebatas lewat pesan singkat.

Setelah aku mendengar berita kepindahannya itu, aku juga sempat bertemu dan berbincang-bincang dengan teman SD ku dulu yang masih berada disekolah yang sama denganku. Dia bilang, nanti-entah kapan- teman-teman yang sekolah diluar kota akan pulang untuk liburan kekota ini dan ingin mengajak yang lain untuk kumpul bareng, reunian ke SD dan kata-kata yang paling mengena adalah katanya, lelaki yang sering menghubungiku 2 tahun belakang itu juga akan kembali ke kota ini dan nantinya kita akan berkumpul bersama. Tapi, begitu ku tanyakan lagi padanya, apa dia akan kembali atau tidak? Dan jawabannya adalah—enggak, mungkin. Rasa penyesalan semakin mencabik-cabik, meronta-ronta menginginkan waktu dapat diputar kembali. Mengembalikan waktu dimana seharusnya ketika itu, kami memutuskan untuk bertemu walaupun hanya sebentar, walaupun hanya ada segelintir orang, walaupun hanya untuk sekedar melepas rindu, walaupun—walaupun. Ah sudahlah! Mungkin Tuhan belum mengizinkan.  
Tapi, kalau diingat-ingat lagi, entah darimana aku dan dia jadi sering memberi kabar dan menanyai kabar seperti ini. Yang aku tahu, sebelum seperti sekarang atau tepatnya ketika kami masih duduk di bangku SD, ia bahkan tak pernah menghubungiku, punya nomor handphone salah satu saja enggak apalagi untuk saling menghubungi. Ketika SD bahkan, dia lebih sering mengejekku hanya untuk sekedar mencari perhatian-mungkin- dan menggangguku atau hanya untuk sekedar bercanda. Hanya itu. Tapi sekarang, lihatlah kenyataannya! Semua sudah berbeda. 

  

Terakhir, sore ini saat aku mengetik artikel ini, kita masih saling berkirim pesan dan bertukar kabar. Sebuah pesan singkat darinya yang begitu mendalam bagiku adalah ketika,ia mengatakan lewat pesan singkat itu padaku— “Sabar.. Innallaha Ma’ash Shaabirin”  yang berarti artinya adalah “Sesungguhnya Allah itu bersama orang yang sabar.”

Itu sedikit pelajaran yang bisa aku terima dari dia, dia mengajari dan mengingatkanku tentang arti sabar. Terimakasih, aku akan selalu mengingat pelajaran penting ini darimu. Terimakasih.


My own little world . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates