Ada Apa Dengan Kita?
Entah
mengapa, akhir-akhir ini aku merasa sangat dekat, sangat lekat denganmu. Aku tau,
ini memang bukan yang pertama kalinya kamu sedekat ini denganku. Tapi setidaknya, aku sangat senang bisa
kembali dekat denganmu. Sudah lama semenjak kita beranjak remaja, kita hampir tidak
pernah saling berhubungan, bahkan hubungan kita menjadi renggang, tak ada
komunikasi, tak ada sedikitpun niat untuk saling sekedar menyapa atau bahkan
untuk memulai sebuah percakapan. TAK ADA!
Kita saling melupakan atau terlupakan?
Kita lupa satu sama lain, lupa bahwa kita pernah menjadi seorang teman. Yang ku tau, bahwa kita terlalu takut untuk
kembali dekat, terlalu takut untuk memulainya kembali, yang ada justru hanya
saling menatap ketika bertemu dan kemudian ketika kita melihat bahwa apa yang
kita lihat pun sedang melihat kearah kita, kita sama-sama saling berpaling,
melihat kesudut penjuru lain, berusaha menutupi bahwa kita sama-sama sedang
mencuri pandang, kita justru terlihat canggung, terlihat tidak nyaman dengan
semua sikap saat berdekatan, bingung harus berbuat apa, dan kita berdua justru samasama
hanyut dalam sepi, membiarkan kecanggungan ini mengisi kebersamaan kita, yang
ada hanya diam.
Aku tak mengerti, mengapa kita begini? Mengapa kita secanggung ini? Kita
bahkan tak pernah merasa secanggung ini, tak pernah merasa se-sepi ini. Dulu,
selalu ada tawa dan canda yang mengisi kekosongan diantara kita, selalu ada
senyum yang terselip saat bersama. Tapi kini, kita sama-sama saling membuang
muka dan memilih untuk diam.
Tapi terkadang, aku bertanya-tanya kenapa kita membiarkan
suasana ini terus begini? Kenapa kita membiarkan kecanggungan ini terus ada
dalam kebersamaan kita? Kenapa kita tidak kembali seperti dulu? Kembali pada saat
kita dekat layaknya seorang sahabat yang berlawan jenis, namun saling mengisi.
Aku ingin kembali ke saat-saat itu dan menghentikan saat-saat bersama.
Aku tahu, berteman apalagi bersahabat dengan lawan jenis
yang berbeda itu tidak mudah. Ya, terlalu sulit untuk menyatukan dua orang yang
berbeda, dua hati yang berbeda, karna kita samasama takut memiliki perasaan
lebih terhadap teman kita sendiri. Perasaan lebih yang seperti apa? Sayang mungkin.
Atau bahkan cinta.
Jujur saja, aku memang memendam perasaan suka padamu dan itu
sudah berlangsung sejak lama, sejak awal kita kenal, sejak kita bersama-sama,
sejak kita menjadi seorang teman. Perasaan itu awalnya muncul hanya sebagai
rasa kagum, perasaan kagum yang aku miliki pada seorang teman laki-laki ku
sendiri. Aku mengagumimu karna aku tak pernah sedekat ini dengan seorang teman
laki-lakiku selain denganmu. Harusnya kau tau itu! Tapi, sudahlah kau mungkin
takkan pernah tau.. Mungkin.
Semua terjadi begitu mudahnya, perasaan itu datang dengan
sendirinya seiring berjalannya waktu, seiring kedekatan diantara kita semakin
terasa, terlebih lagi perasaan itu sering kali tiba-tiba muncul dan menganggu,
mengacaukan persahabatan kita dan karna itulah yang membuat hubungan kita
renggang dan timbul rasa canggung diantara kita ketika bersama.
Meskipun hubungan
diantara kita sempat renggang, tapi kini, kita telah kembali. Ya kembali
menjadi seorang sahabat seutuhnya. Meskipun, aku yang akan terus memendam
perasaan ini padamu. Aku rela, aku ikhlas, asalkan aku tetap terus bersamamu,
apapun itu status atau hubungan kita. Biarlah aku yang akan terus memendam,
sedangkan engkau bahagia dengan yang lain dan aku akan terus ada untukmu jika
kau butuh, aku siap. Siap memberikan bahuku untukmu sebagai tempat kau
bersandar, tempat kau mencurahkan segala isi hatimu, tempat menampung segala sedih dan tangismu. Biarlah!
Limpahkan semua itu padaku, aku tak apa. Memang itu sudah menjadi kewajibanku
sebagai sahabatmu…