Sumber : pinterest
from wattpad "An eye open" by si3rrat4yl0r
Petang ini, ditengah perbincangan-ku bersama Sang Khalik, aku teringat akan situasi kemarin. Betapa amat baik dan cintanya Dia padaku.
Belakangan ini, selepas berakhirnya masa kuliah-ku, tak ada kegiatan berarti yang aku lakukan, tetapi tidak juga aku kunjung berniat untuk pulang ke rumah. Satu tahun belakangan, rumah bukan lagi menjadi tempat utama untukku pulang, aku justru lebih nyaman menghabiskan banyak waktu di kota tempatku kuliah—bersama teman-teman. Sempat pula terpikir, tak apa jika rumah bukan lagi menjadi sumber utama untukku mendapatkan kebahagiaan, masih ada orang-orang disekitarku yang menjadi sumber kebahagiaan-ku, seperti teman-temanku. Aku tersenyum sekarang, menyadari betapa bodohnya pemikiran kekanakan itu datang dari seorang berumur 20-an tahun, yaitu diriku. Aku sangat mengerti sekarang, tidak seharusnya aku mengharapkan apapun dari orang lain atau siapapun dan apapun itu. Kebahagiaan sudah seharusnya datang dari diri sendiri, yaitu harus aku, harus kita sendiri yang menciptakan.
Baik, mari kita kembali pada situasi kemarin yang sedang kubicarakan diawal.
Hari kemarin dan hari-hari sebelumnya baru-baru ini tampak sangat berbeda untukku. Apa yang berbeda? Aku kebingungan, dimana euforia-ku saat bersama teman-temanku seperti biasanya? Kenapa selepas masa perkuliahan ini, intensitas euforia bersama teman-teman menjadi redup bahkan layu? Sepertinya jawabannya amat mudah, fokus kita tak lagi kesenangan ini, tapi langkah berikutnya setelah lulus apa yang harus kita capai, bukankah begitu? Bukankah itu variabel utama penyebab redupnya euforia ini? Sepertinya.
Entah hanya aku atau aku memang sedang tak dalam suasana yang baik untuk terus bersenang-senang dengan teman, dan tampaknya teman-temanku pun sedang tak terlalu memperdulikanku, sehingga aku sengaja menarik diri. Puncaknya adalah kemarin saat aku yang biasanya ikut berkumpul dan bercengkrama dengan teman-teman satu kost-ku, tapi hari itu aku tidak. Rasanya berbeda, hanya saja seperti aku yang tak bisa masuk dalam lingkup ini seperti biasanya. Karena itu, aku merasa seorang diri.
Ditengah kesendirian-ku tanpa kawan-kawan yang biasanya mengelilingi-ku kemarin, tiba-tiba sekelompok atau bisa disebut satu keluarga yang tak pernah aku sangka justru hadir, menghubungiku lebih dahulu, seolah tahu aku sedang dirundung sepi tanpa kawan, mengajakku pergi bersama, menghabiskan sedikit waktuku yang cukup untuk membangkitkan suasana baik hatiku kala itu.
Keluarga ini cukup lekat denganku, tiga tahun lalu mereka adalah rumah bagiku saat aku harus menuntut ilmu pada bangku sekolah menengah atas—saat aku jauh dari kedua orangtua dan adikku. Kenapa aku tak pernah menyangka mereka akan hadir ditengah sepiku? Karena dulunya, saat mereka adalah rumah bagiku, aku tak pernah merasakan seperti layaknya di 'rumah'. Banyak kondisi dan situasi yang tak dapat tertuang, banyak cerita, banyak pengorbanan, banyak airmata, dan banyak juga pelajaran yang aku dapat selama itu, tapi aku tetap bersyukur dan berterimakasih, karena-nya aku terus belajar mengenai hidup.
Aku yakin, kemarin adalah teguran Tuhan terhadap pandangan-ku untuk mereka selama ini. Aku kembali belajar, kali ini dari diriku sendiri, bahwa aku tak boleh terus melihat dari lubang hitam yang mereka buat untukku, meskipun lubang itu pasti meninggalkan bekas, tetapi percayalah sekeliling lubang hitam itu sejatinya adalah tanah-tanah kokoh yang masih bertahan agar tak menghancurkan seluruh kehidupan itu.
Terima kasih, Tuhan..
Aku percaya bahwa Engkau Maha Baik, Maha Penyayang dan Maha Pengasih terhadap Hamba-Hamba Mu, takkan kau biarkan hamba-Mu seorang diri. Nyatanya, Engkau kirimkan orang-orang yang tak pernah aku duga bahkan terpikirkan akan hadir menghapus sepi-ku.
Semarang, 12 Juni 2021
Tertanda,
Hamba-Mu yang lemah